Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Siapa
oligarki dan pemburu rente yang bermain dalam dunia pergulaan di PTPN XI, dan
secara luas di Jawa Timur ?. Mengingat Jawa Timur merupakan pemasok gula
nasional sampai 40 %.
Oligarki adalah sejenis komplotan pemilik modal yang sanggup mempengaruhi kebijakan pemerintah, seperti penerbitan aturan. Didalam dunia pergulaan, terkenal dengan “ the seven samurai”, yaitu tujuh (7) pengusaha yang bermain di dunia pergulaan.
Diantaranya salah orang pengusaha kelompok Harijono Santoso (Soehariyanto, Harijono Santoso dan Hartono Santoso) yang menguasai 11 perusahaan yang beroperasi untuk pembelian gula lewat lelang (PT Agro Tani Nusantara ; PT Agro Makmur Nusantara ; PT Arta Agung sentosa ; PT Arta Guna Sentosa ; PT Arta Kencana Agung ; CV Haris ; PT Kedung Agung ; CV Kecana Makmur ; PT Gemilang Citra Utama : CV Sumber Makmur ; PT Gema Nusa Makmur Santoso).
Pada tahun 2007 terungkap di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), mereka menguasai hampir 89 % gula pasir yang diproduksi oleh PTPN XI. (Faisal Basri, KPPU 2007).
Oligarki adalah sejenis komplotan pemilik modal yang sanggup mempengaruhi kebijakan pemerintah, seperti penerbitan aturan. Didalam dunia pergulaan, terkenal dengan “ the seven samurai”, yaitu tujuh (7) pengusaha yang bermain di dunia pergulaan.
Diantaranya salah orang pengusaha kelompok Harijono Santoso (Soehariyanto, Harijono Santoso dan Hartono Santoso) yang menguasai 11 perusahaan yang beroperasi untuk pembelian gula lewat lelang (PT Agro Tani Nusantara ; PT Agro Makmur Nusantara ; PT Arta Agung sentosa ; PT Arta Guna Sentosa ; PT Arta Kencana Agung ; CV Haris ; PT Kedung Agung ; CV Kecana Makmur ; PT Gemilang Citra Utama : CV Sumber Makmur ; PT Gema Nusa Makmur Santoso).
Pada tahun 2007 terungkap di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), mereka menguasai hampir 89 % gula pasir yang diproduksi oleh PTPN XI. (Faisal Basri, KPPU 2007).
Namun karena sifat monopoli ini tidak digugat, maka tidak dihukum
oleh KPPU. Yang terungkap justru kepemilikan silang diantara
perusahaan-perusahaan itu dimana mereka satu keluarga dapat mengikuti lelang di
PTPN XI. “ Tata niaga yang dikelola PTPN XI, sangat bobrok” ungkap Faisal, “
ada perusahaan yang sudah tutup milik keluarga itu juga diundang lelang oleh
PTPN XI”, lanjutnya.
Kelompok Harijono Santoso, ternyata juga memiliki
perusahaan-perusahaan yang memberikan dana talangan pada petani, antara lain PT
Mitra Tani Sejahtera, sebagai salah satu penandatangan MoU dengan PTPN XI dan
APTRI.
PT. Mitra
Tani Sejahtera sejak tahun 2005, secara terus menerus sebagai investor Dana
Talangan Gula Tebu Rakyat. Tampaknya, Harijono Santoso sebagai investor sudah
lama berhubungan dengan Arum Sabil sebagai ketua APTRI, karena M. Arum Sabil
sejak itu sudah mempunyai kuasa menandatangani dana talangan gula tebu rakyat.
Hubungan yang berlangsung lama, bukan tidak mungkin terjalin sebagai persengkokolan yang dapat mengendalikan direksi PTPN XI dalam penentuan dana talangan untuk memperoleh keuntungan dari jaringan yang dibangunnya. Arum Sabil, dengan memanfaatkan posisi sebagai Ketua APTRI, diduga menerima keuntungan atas persetujuannya terhadap ketentuan besaran profit sharing (lihat bok Perjanjian Kerja sama di Majalah Gempur Edisi Cetak bulan Januari-Maret 2012).
Bersama-sama dengan direksi yang jelas-jelas, menguntungkan kelompok Harijono Santoso, ketentuan profit sharing menciptakan rente-rente yang dinikmati oknum-oknum PTPN XI dan Ketua APTRI. Mereka sebagai pemburu rente di dalam tataniaga pergulaan di PTPN XI.
Hubungan yang berlangsung lama, bukan tidak mungkin terjalin sebagai persengkokolan yang dapat mengendalikan direksi PTPN XI dalam penentuan dana talangan untuk memperoleh keuntungan dari jaringan yang dibangunnya. Arum Sabil, dengan memanfaatkan posisi sebagai Ketua APTRI, diduga menerima keuntungan atas persetujuannya terhadap ketentuan besaran profit sharing (lihat bok Perjanjian Kerja sama di Majalah Gempur Edisi Cetak bulan Januari-Maret 2012).
Bersama-sama dengan direksi yang jelas-jelas, menguntungkan kelompok Harijono Santoso, ketentuan profit sharing menciptakan rente-rente yang dinikmati oknum-oknum PTPN XI dan Ketua APTRI. Mereka sebagai pemburu rente di dalam tataniaga pergulaan di PTPN XI.
Profit sharing 60% petani, 40% investor yang ada di wilayah kerja
PTPN XI, mengakibatkan terjadinya perlawanan para petani tebu. Fakta empirik menunjukkan, ada beberapa perlawanan petani tebu
terhadap profit sharing yang ada di PTPN XI.
Salah satunya, yaitu di Kabupaten Jember,
Jawa Timur, Kamis 10 Jun 2010, Sejumlah perwakilan petani tebu menolak sistem
bagi hasil 60% untuk petani dan 40% persen untuk investor yang diberlakukan
Pabrik Gula (PG) Semboro, di bawah naungan PTPN XI.

Hal tersebut disampaikan sejumlah
petani tebu dalam dengar pendapat (hearing) bersama Adm PG Semboro,
perwakilan Dinas Kehutanan Perkebunan dan Komisi B DPRD Jember di ruangan
Komisi DPRD setempat, mereka menganggap bahwa Komposisinya sebanyak 60% untuk
petani dan 40% untuk PG merupakan kebijakan yang merugikan. Ditambahkan lagi
dengan petani tebu sms dahlan iskan (lihat box sms di Majalah Gempur Edisi Cetak bulan Januari-Maret 2012 ).
Beberapa perlawanan petani tebu terhadap pemburu
rente dan oligarki hitam yang dikemas dalam perlawanan terhadap profit sharing
itu, mendapat tanggapan dan pernyatan dari tokoh-tokoh NU (para ulama).
Karena petani tebu mayoritas warga NU. Dengan adanya kebijakan dari PTPN XI
dapat merugikan dan mengakibatkan kesejateraan petani tebu hilang. (Eros/Zq/Yud/Rud/Rus/Iks).
Ditambah lagi dengan aksi sejumlah petani
tebu, yang menggugat PTPN XI dan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI)
terkait lelang gula. Gugatan perdata itu disampaikan sejumlah petani yang
tergabung dalam Paguyuban Petani Tebu Rakyat (PPTR) melalui Pengadilan Negeri
(PN) Surabaya, Rabu 28 April 2010.
Kemudaian, pada
tanggal 12 Juni 2010, ratusan petani tebu di Lumajang juga menggelar aksi demo
menolak Surat Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan yang mengatur profit
sharing gula petani. Pemaksaan juga dilakukan pihak Direksi PTPN XI melalui
kemitraan dinilai merupakan intervensi terhadap hak-hak petani.
Aksi demo
ratusan petani asal Lumajang di lakukan di Pabrik Gula Pajarakan, Probolinggo.
Mereka menuntut tidak ada lagi profit sharing yang selama ini dipaksakan oleh
pihak Direksi dan investor selaku penjamin atas harga gula. Selama ini para
petani tebu yang tergabung dalam APTRI merasa jadi sapi perahan.Selain itu,
di Probolinggo, para petani tebu juga melakukan aksi yang sama. Isu dan
tuntutannya menolak keras pembagian keuntungan penjualan gula di PTPN XI.
Petani memandang itu semua permainan dan konspirasi yang menguntungkan pedagang
besar dan pengurus APTRI-PTPN XI.
Perlawanan
petani menggunakan isu profit sharing, pada dasarnya adalah ditujukan kepada
orang-orang yang telah membuat kesepakatan profit sharing tersebut. Kenyataan
bahwa asosiasi-asosiasi petani yang melakukan perlawanan, merasa aspirasinya
ditelikung dengan pengurus yang mengatasnamakan petani menjadi semakin terang.
Seperti penolakan APTRI Lumajang, Situbondo dan Probolinggo terhadap kesepakatan profit sharing yang justru ditandatangani oleh Ketua APTRI, Arum Sabil. Tampaknya Direksi, dan Investor memainkan posisi Arum Sabil, sebagai Ketua APTRI untuk melancarkan kepentingan dalam memperoleh keuntungan lebih besar dalam bisnis pergulaan. Inilah cara-cara pemburu rente bergabung dengan oligarki pergulaan, yang luput dibicarakan dalam forum Bahtsul Masail Kubro oleh Dahlan Iskan.
Seperti penolakan APTRI Lumajang, Situbondo dan Probolinggo terhadap kesepakatan profit sharing yang justru ditandatangani oleh Ketua APTRI, Arum Sabil. Tampaknya Direksi, dan Investor memainkan posisi Arum Sabil, sebagai Ketua APTRI untuk melancarkan kepentingan dalam memperoleh keuntungan lebih besar dalam bisnis pergulaan. Inilah cara-cara pemburu rente bergabung dengan oligarki pergulaan, yang luput dibicarakan dalam forum Bahtsul Masail Kubro oleh Dahlan Iskan.